Senin, 25 April 2011

EKOSISTEM MANGROVE

EKOSISTEM MANGROVE
Definisi
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau.
Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.
Berkaitan dengan penggunaan istilah mangrove maka menurut FAO (1982) : mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Istilah mangrove merupakan perpaduan dari dua kata yaitu mangue dan grove. Di Eropa, ahli ekologi menggunakan istilah mangrove untuk menerangkan individu jenis dan mangal untuk komunitasnya. Hal ini juga dijelaskan oleh Macnae (1968) yang menyatakan bahwa kata nmangrove seharusnya digunakan untuk individu pohon sedangkan mangal merupakan komunitas dari beberapa jenis tumbuhan.
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang).
Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora.
Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :
1. Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
2. Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat mangrove saja
3. Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove
4. Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi
jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di Indonesia mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987). Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp,Sonneratia sp, Rizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excocaria sp.
Bentuk vegetasi dan komunitas mangrove terdiri dari 3 zone mangrove berdasarkan distribusi, karakteristik biologi, kadar garam dan intensitas penggenangan lahan yaitu:
( i) Vegetasi Inti
J enis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona intertidal yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas, bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam. Lima jenis mangrove paling utama adalah Rhizophora mangle. L., R. harrisonii leechman (Rhizoporaceae), Pelliciera rhizophorae triana dan Planchon (pelliceriaceae), Avicennia germinans L ( Avicenniaceae) dan Laguncularia racemosa L. gaertn. (Combretaceae).
( ii) Vegetasi marginal
Jenis ini biasanya dihubungkan dengan mangrove yang berada di darat, di rawa musiman, pantai dan/atau habitat mangrove marginal. Meskipun demikian vegetasi ini tetap tergolong mangrove. Jenis Conocarpus erecta (combretaceae) tidak ditemukan di dalam vegetasi mangrove biasa. Mora oleifera (triana), Duke (leguminosae) jumlahnya berlimpah-limpah di selatan pantai pasifik, terutama di semenanjung de osa, dimana mangrove ini berkembang dalam rawa musiman salin (25 promil). Jenis yang lain adalah Annona glabra L. (Annonaceae), Pterocarpus officinalis jacq. (Leguminosae), Hibiscus tiliaceus L. dan Pavonia spicata killip (Malvaceae). Jenis pakis-pakisan seperti Acrostichum aureum L. (Polipodiaceae) adalah yang sangat luas penyebarannya di dalam zone air payau dan merupakan suatu ancaman terhadap semaian bibit untuk regenerasi.
(iii) Vegetasi fakultatif marginal
Carapa guianensis (Meliaceae) tumbuh berkembang di daerah dengan kadar garam sekitar 10 promil. Jenis lain adalah Elaeis oleifera dan Raphia taedigera. Di daerah zone inter-terrestrial dimana pengaruh iklim khatulistiwa semakin terasa banyak ditumbuhi oleh Melaleuca leucadendron rawa ( e.g. selatan Vietnam). Jenis ini banyak digunakan untuk pembangunan oleh manusia. Lugo dan Snedaker (1974) mengidentifkasi dan menggolongkan mangrove menurut enam jenis kelompok (komunitas) berdasar pada bentuk hutan, proses geologi dan hidrologi. Masing-Masing jenis memiliki karakteristik satuan lingkungan seperti jenis lahan dan kedalaman, kisaran kadar garam tanah/lahan, dan frekuensi penggenangan. Masing-masing kelompok mempunyai karakteristik yang sama dalam hal produksi primer, dekomposisi serasah dan ekspor karbon dengan perbedaan dalam tingkat daur ulang nutrien, dan komponen penyusun kelompok.
Suatu uraian ringkas menyangkut jenis klasifikasi hutan mangrove berdasarkan geomorfologi ditunjukkan sebagai berikut :
1. Overwash mangrove forest
Mangrove merah merupakan jenis yang dominan di pulau ini yang sering dibanjiri dan dibilas oleh pasang, menghasilkan ekspor bahan organik dengan tingkat yang tinggi. Tinggi pohon maksimum adalah sekitar 7 m.
2. Fringe mangrove forest
Mangrove fringe ini ditemukan sepanjang terusan air, digambarkan sepanjang garis pantai yang tingginya lebih dari rata-rata pasang naik. Ketinggian mangrove maksimum adalah sekitar 10 m.
3. Riverine mangrove forest
Kelompok ini mungkin adalah hutan yang tinggi letaknya sepanjang daerah pasang surut sungai dan teluk, merupakan daerah pembilasan reguler. Ketiga jenis bakau, yaitu putih (Laguncularia racemosa), hitam (Avicennia germinans) dan mangrove merah (Rhizophora mangle) adalah terdapat di dalamnya. Tingginya rata- rata dapat mencapai 18-20 m.
4. Basin mangrove forest
Kelompok ini biasanya adalah jenis yang kerdil terletak di bagian dalam rawa Karena tekanan runoff terestrial yang menyebabkan terbentuknya cekungan atau terusan ke arah pantai. Bakau merah terdapat dimana ada pasang surut yang membilas tetapi ke arah yang lebih dekat pulau, mangrove putih dan hitam lebih mendominasi. Pohon dapat mencapai tinggi 15 m.
5. Hammock forest
Biasanya serupa dengan tipe (4) di atas tetapi mereka ditemukan pada lokasi sedikit lebih tinggi dari area yang melingkupi. Semua jenis ada tetapi tingginya jarang lebih dari 5 m.
6. Scrub or dwarf forest
Jenis komunitas ini secara khas ditemukan di pinggiran yang rendah. Semua dari tiga jenis ditemukan tetapi jarang melebihi 1.5 m ( 4.9 kaki). Nutrient merupakan faktor pembatas.
Faktor-faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah :
1. Fisiografi pantai (topografi)
2. Pasang (lama, durasi, rentang)
3. Gelombang dan arus
4. Iklim (cahaya,curah hujan, suhu, angin)
5. Salinitas
6. Oksigen terlarut
7. Tanah
8. Hara
Faktor-faktor lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut :
A. Fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.
B. Pasang
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:
• Lama pasang :
1. Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut
2. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal.
3. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme
• Durasi pasang :
1. Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.
2. Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenagan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.
• Rentang pasang (tinggi pasang):
1. Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya
2. Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.
C. Gelombang dan Arus
1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.
2. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.
3. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove
4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.
D. Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Cahaya
• Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove
• Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove
• Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya
• Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.
2. Curah hujan
• Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove
• Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah
• Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun
3. Suhu
• Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)
• Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang
• Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28C
• Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C
4. Angin
• Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus
• Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove
E. Salinitas
1. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt
2. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan
3. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang
4. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air
F. Oksigen Terlarut
1. Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.
2. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari
G. Substrat
1. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove
2. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur
3. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir
4. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat
5. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera
6. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah
7. Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca
H. Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik.
1. Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na
2. Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)

Mengenal Ekosistem Mangrove
A. Definisi Mangrove

Kata ‘mangrove’ merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove . Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang dalam bahasa Portugis kata ’mangrove’ digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata ’mangal’ digunakan untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan menurut FAO, kata mangrove sebaiknya digunakan untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.
Menurut Snedaker (1978) dalam Kusmana (2003), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Sedangkan menurut Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal. Daerah intertidal adalah wilayah dibawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks. Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari daratan.
Dengan demikian secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut hutan mangrove. Antara lain tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, hutan payau dan hutan bakau. Khusus untuk penyebutan hutan bakau, sebenarnya istilah ini kurang sesuai untuk menggambarkan mangrove sebagai komunitas berbagai tumbuhan yang berasosiasi dengan lingkungan mangrove. Di Indonesia, istilah bakau digunakan untuk menyebut salah satu genus vegetasi mangrove, yaitu Rhizopora. Sedangkan kenyataannya mangrove terdiri dari banyak genus dan berbagai jenis, sehingga penyebutan hutan mangrove dengan istilah hutan bakau sebaiknya dihindari.


Secara ringkas ekosistem mangrove terbentuk dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. spesies pohon dan semak yang benar-benar memiliki habitat terbatas di lingkungan mangrove (exclusive mangrove)
b. spesies pohon dan semak yang mampu hidup di lingkungan mangrove dan di luar lingkungan mangrove (non-exclusive mangrove)
c. berbagai biota yang hidupnya berasosiasi dengan lingkungan mangrove, baik biota yang keberadaannya bersifat menetap, sekedar singgah mencari makan maupun biota yang keberadaannya jarang ditemukan di lingkungan mangrove
d. berbagai proses yang terjadi di ekosistem mangrove untuk mempertahankan keberadaan ekosistem mangrove itu sendiri
e. hamparan lumpur yang berada di batas hutan sebenarnya dengan laut
f. sumber daya manusia yang berada di sekitar ekosistem mangrove
Hutan mangrove dapat ditemukan di pesisir pantai wilayah tropis sampai sub tropis, terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung dari gelombang besar dan muara sungai. Secara umum hutan mangrove dapat berkembang dengan baik pada habitat dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, dengan bahan bentukan berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang/koral
b. habitat tergenang air laut secara berkala, dengan frekuensi sering (harian) atau hanya saat pasang purnama saja. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove
c. menerima pasokan air tawar yang cukup, baik berasal dari sungai, mata air maupun air tanah yang berguna untuk menurunkan kadar garam dan menambah pasokan unsur hara dan lumpur
d. berair payau (2-22 ‰) sampai dengan asin yang bisa mencapai salinitas 38 ‰
Secara umum hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air laut (tergenang air laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada saat surut)
b. Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan substrat anaerob berupa lempung (firm clay soil), gambut (peat), berpasir (sandy soil) dan tanah koral
c. Struktur tajuk tegakan hanya memiliki satu lapisan tajuk (berstratum tunggal). Komposisi jenis dapat homogen (hanya satu jenis) atau heterogen (lebih dari satu jenis). Jenis-jenis kayu yang terdapat pada areal yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat dengan lainnya, tergantung pada kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang surut air laut dan tingkat salinitas
d. Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan langsung dengan laut pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Avicennia spp dan Sonneratia spp (tumbuh pada lumpur yang dalam, kaya bahan organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora spp. Sedangkan zona terluar dekat dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Brugiera spp.

B. Diversitas Flora Mangrove

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi 3 elemen, yaitu elemen mangrove mayor, elemen mangrove minor dan elemen mangrove asosiasi. Tomlinson mengklasifikasi ketiga macam elemen flora mangrove ini sebagai berikut : 9 genus dan 34 jenis untuk elemen mangrove mayor, 11 genus dan 20 jenis untuk elemen mangrove minor serta 46 genus dan 60 jenis untuk elemen mangrove asosiasi.
Flora elemen mangrove mayor pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hanya hidup pada daerah mangrove, secara alami hanya terdapat pada ekosistem mangrove dan tidak ditemukan di komunitas teresterial/darat
2. Memiliki peran utama dalam struktur komunitas vegetasi mangrove dan memiliki kemampuan untuk membentuk tegakan murni (pure stand)
3. Membentuk morfologi khusus untuk beradaptasi dengan lingkungannya, misalnya dengan adanya akar napas (aerial root), berasosiasi dengan pertukaran gas, vivipari dan kriptovivipari embrio
4. Mekanisme fisiologis untuk pengeluaran garam sehingga beberapa jenis vegetasi mangrove dapat tumbuh pada tempat dengan kadar garam rendah sampai tinggi
5. Isolasi taksonomi dari kelompok teresterial, mangrove sejati terpisahkan dari kelompoknya paling sedikit pada tingkat genus dan terkadang pada tingkatan sub-famili atau famili.
Contoh dari elemen mayor adalah Avicennia marina (api-api), Sonneratia alba (pidada, prapat), Rhizopora mucronata (bakau), Ceriops tagal (mentingi), Bruguiera gymnorrhyza (lindur) dan Nypa frutican (nipah).
Elemen flora mangrove minor biasanya tidak membentuk elemen vegetasi yang mencolok, tetapi hanya dijumpai di tepian habitat tersebut dan hampir tidak pernah membentuk suatu tegakan murni. Contoh dari elemen minor adalah Pemphis acidula (centigi), Aegiceras corniculatum, Excoecaria agalocha (buta-buta) dan Xylocarpus granatum (nyirih).
Sedangkan elemen flora mangrove asosiasi pada umumnya tidak memiliki ciri morfologi yang biasanya dimiliki oleh elemen mayor dan elemen minor (tidak memiliki akar napas, tipe buah dan biji yang normal, tidak memiliki mekanisme untuk pengeluaran garam) dan sering kali hanya dijumpai pada tepi mangrove lebih dekat ke daratan. Contoh dari elemen asosiasi adalah Terminalia catapa (ketapang), Thespesia populnea, Barringtonia asiatica dan Cerberra manghas (bintaro).
Sedangkan Giesen ( - ) menyebutkan bahwa vegetasi mangrove di Indonesia mencapai 202 jenis, yang terdiri dari 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 jenis liana, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas.
Berdasarkan peran vegetasi terhadap habitat mangrove, Chapman dalam Kusmana (2003) membagi flora mangrove menjadi dua kategori, yaitu :
1. Flora Mangrove Inti, yaitu flora mangrove yang memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove. Contohnya adalah genus Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Schypipora dan Dolichandrone
2. Flora Mangrove Peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi flora tersebut juga berperan penting dalam formasi hutan lain. Contohnya adalah Excoecaria agalocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera litoralis dan Hibiscus tilliaceus.
Vegetasi mangrove di dunia dapat dijumpai pada sepanjang pantai tropis sampai sub tropis dengan kondisi lingkungan yang sesuai (pada pantai terlindung, bebas dari ombak besar, teluk, laguna, estuarin). Sedangkan penyebarannya dapat dijumpai dari 32° LU sampai dengan 38° LS. Menurut Chapman dalam Kusmana (2003), berdasarkan keragaman penyebaran vegetasi di dunia, vegetasi mangrove dibagi menjadi dua yaitu :
1. The Old World Mangrove, penyebarannya meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik dan Samoa (disebut juga dengan Grup Timur)
2. The New World Mangrove, penyebarannya meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan Amerika, Meksiko, pantai Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos (disebut juga dengan Grup Barat). Keragaman jenis Grup Barat relatif lebih sedikit dibanding dengan keragaman di Grup Barat

C. Zonasi Mangrove
Vegetasi mangrove biasanya tumbuh di habitat mangrove membentuk zonasi mulai dari daerah yang paling dekat dengan laut sampai dengan daerah yang dekat dengan daratan. Pada kawasan delta atau muara sungai, biasanya vegetasi mangrove tumbuh subur pada areal yang luas dan membentuk zonasi vegetasi yang jelas. Sedangkan pada daerah pantai yang lurus, biasanya vegetasi mangrove tumbuh membentuk sabuk hijau/green belt dengan komposisi yang hampir seragam (Nirarita, dkk, 1996).
Identifikasi zonasi didasarkan pada jenis mangrove atau kelompok jenis mangrove dan dinamakan sesuai dengan jenis vegetasi yang dominan, yang tumbuh pada areal tertentu. Beberapa faktor penting yang dianggap paling berperan dalam pembentukan zonasi mangrove antara lain sebagai berikut :
a. pasang surut air laut yang secara langsung mengontrol ketinggian muka air dan salinitas air serta tanah
b. tipe tanah yang berkorelasi langsung dengan aerase, draenase dan tinggi muka air
c. kadar garam air dan tanah
d. cahaya yang berkorelasi langsung dengan daya tumbuh semaian
e. pasokan dan aliran air tawar
Secara umum, zona yang paling dekat dengan laut (berhadapan langsung dengan laut) didominasi oleh jenis-jenis Avicennia dan Sonneratia. Sedangkan zona pertengahan biasanya didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora dan kadang juga ditemui jenis Bruguiera. Zona yang paling dekat dengan daratan biasanya didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus dan Lumnitzera.
Menurut Giesen dkk ( - ), zonasi yang paling umum dijumpai ada empat macam, yaitu :
a. The Exposed Mangrove (zona terluar, paling dekat dengan laut). Secara umum zona ini didominasi oleh Sonneratia alba, Avicennia alba dan Avicennia marina
b. Central Mangrove (zona pertengahan antara lat dan darat). Secara umum zona ini didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora, kadang juga ditemui jenis-jenis Bruguiera
c. The Rear Mangrove (back mangrove, landward mangrove, areal yang paling dekat dengan daratan). Zona ini biasanya tergenangi oleh pasang tinggi saja. Seringkali didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Lumnitzera, Xylocarpus dan Pandanus sp
d. Brackish Stream Mangrove (aliran sungai dekat mangrove yang berair payau). Pada zona ini sering dijumpai komunitas Nypa frutican dan kadang dijumpai Sonneratia caseolaris serta Xylocarpus granatum.
D. Adaptasi Flora Mangrove
Secara sederhana, tipe adaptasi flora mangrove terhadap habitatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu adaptasi terhadap konsentrasi kadar garam, adaptasi terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang serta adaptasi reproduktif.
Adaptasi flora mangrove terhadap kadar garam antara lain sebagai berikut, yaitu:
1. Sekresi garam (salt extrusion/salt secretion). Flora mangrove menyerap air dengan kadar garam tinggi kemudian mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini biasanya dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizopora (melalui unsur-unsur gabus pada daun)
2. Mencegah masuknya garam (salt exclusion). Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan / ultra filter yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizopora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis dan Acrostichum
3. Akumulasi garam (salt accumulation). Flora mangrove sering menyimpan natrium dan khlorida pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang sudah tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme pengeluaran kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Mekanisme ini dilakukan oleh Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizopora, Sonneratia dan Xylocarpus.
Adaptasi flora mangrove terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang antara lain sebagai berikut :
1. Akar pensil (pneumathophores). Akar berbentuk seperti tonggak/pensil yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang secara vertikal ke udara, misalnya pada Avicennia dan Sonneratia
2. Akar lutut (knee root). Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh ke arah permukaan kemudian melengkung menuju substrat lagi, misalnya pada Bruguiera
3. Akar tunjang (stilt root). Akar tunjang merupakan akar yang keluar dari batang pohon dan menancap ke dalam substrat, misalnya pada Rhizopora dan Ceriops
4. Akar papan (buttres root). Akar ini mirip dengan banir, melebar menjadi bentuk lempeng, misalnya pada Heritiera
5. Akar gantung (aerial root). Akar gantung merupakan akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat, misalnya pada Rhizopora, Avicennia dan Acanthus.
Adaptasi flora mangrove terhadap mekanisme reproduksi antara lain sebagai berikut :
1. Pembungaan dan polinasi. Polen yang berukuran kecil dan tidak bertangkai memungkinkan polinasi dengan bantuan angin, serangga dan burung. Polen bertangkai polinasi dibantu dengan serangga tertentu. Bunga Sonneratia mekar pada malam hari sehingga polinasi dibantu oleh serangga yang aktif di malam hari
2. Produksi propagul. Kebanyakan mangrove di daerah sub-tropis menghasilkan propagul masak pada musim panas. Sedang pada daerah tropis mangrove berbunga dan berbuah umumnya pada awal musim kemarau
3. Vivipari dan kriptovivipari. Vivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih diatas pohon dan embrio telah keluar dari pericarp, misalnya pada Rhizopora, Bruguiera, Ceriops dan Kandelia. Sedangkan Kriptovivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih diatas pohon (embrio berkembang di dalam buah) tetapi tidak cukup kuat menembus pericarp
4. Penyebaran propagul dan pembentukannya. Propagul pohon-pohon mangrove biasanya memiliki kemampuan mengapung sehingga dapat beradaptasi dengan penyebaran oleh air. Misal pada Rhizopora, selama proses vivipari buah memanjang dan distribusi beratnya berubah sehingga menjadi lebih berat pada bagian ujung bawah serta akhirnya terlepas. Kemudian propagul ini mengapung di air (atau langsung menancap di substrat ketika air surut), tumbuh dimulai dari akar yang muncul dari ujung propagul dan bertahap akan menjadi individu baru.








E. Fungsi Mangrove
Fungsi mangrove secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Fungsi Fisik
a. menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil
b. mempercepat perluasan lahan
c. mengendalikan intrusi air laut
d. melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang
e. menguraikan/mengolah limbah organik
2. Fungsi Biologis/Ekologis
1. tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya
2. tempat bersarang berbagai satwa liar, terutama burung
3. sumber plasma nutfah
3. Fungsi Ekonomis
a. hasil hutan berupa kayu
b. hasil hutan bukan kayu, seperti madu, bahan obat-obatan, minuman, makanan, tanin
c. lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi)
F. Penutup

• Mangrove merupakan salah satu tipe hutan dengan karakter yang spesifik dan memiliki beberapa fungsi, antara fungsi fisik, biologis dan ekonomis dimana ketiganya harus bisa berfungsi secara integral dan tidak tersegmentasi
• Perencanaan pembangunan nasional, utamanya di wilayah pesisir yang memiliki ekosistem mangrove, harus bisa menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan di satu sisi dan upaya penyelamatan kelestarian lingkungan mangrove di sisi yang lain



MANGROVE

A .Deskrips
Kata mangrove adalah kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (Macneae, 1968). Adapun dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut.

Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Adapun menurut Aksornkoe (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit (tumbuhan yang hidup pada tempat-tempat dengan kadar garam tinggi atau bersifat alkalin) yang hidup disepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis.
Hutan mangrove adalah yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut, tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Hutan mangrove dicirikan oleh tumbuhan dari 9 (sembilan) genus (Avicennia, Sueda, Laguncularia, Lumnitzera, Xylocarpus, Aegiceras, Aegialitis, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, dan Sonneratia), memiliki akar napas (pneumatofor), adanya zonasi (Avicennia/ Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Nypa), tumbuh pada substrattanah berlumpur/berpasir dan variasinya, dengan kadar salinitasyang bervariasi (Nybakken,1982).

B .Jenis Mangrove
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizhophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus) yang termasuk ke dalam delapan famili. Dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liliana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak didalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam empat famili : Rhizophoraceae (Rhizhophora, Bruguiera dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia) dan Meliaceae (Xylocarpus).

C . Parameter Lingkungan Hidup Mangrove
1. Iklim
Sebagian besar daerah pantai Indonesia beriklim tropik basah dan dicirikan dengan kelembaban, angin musim, curah hujan, dan temperatur yang tinggi. Hal ini menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Pengaruh langsung iklim adalah terhadap komposisi epifit yang terdapat pada hutan mangrove. Mangrove yang terdapat di daerah yang selalu basah memiliki banyak spesies epifit, sedangkan pada hutan mangrove di daerah dengan iklim yang mempunyai masa-masa kering, epifit jarang dijumpai.
2. Cahaya
Intensitas cahaya, kualitas, dan lama penyinaran merupakan faktor penting bagi tumbuhan. Umumnya tumbuhan mangrove membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi dan penuh, sehingga zona pantai tropis merupakan habitat ideal bagi mangrove. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000 - 3800 kkal/m2/hari. Pada saat masih kecil (semai) tumbuhan mangrove memerlukan naungan. Hasil penelitian Komar et al. (1992) menunjukkan bahwa:
a. Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit R. mucronata dan R. apiculata.
b. Intensitas cahaya 75% mempercepat pertumbuhan bibit Bruguiera gymnorrhiza.
c. Intensitas cahaya 75% meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit R. mucronata, R. apiculata dan B. gymnorrhiza.
Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktifitas padang lamun.Turtle grass dapat menghasilkan hasil tetap ( standing crop) maksimal pada kecepatan arus 0.5m/det(Dahri et al., 1996). Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya, kacuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi penetrasi cahaay. Aksi menguntungkan dari arus terhaap organisme terletak pada transport bahan makanantambahna bagi porganisme dan gdalam halpengangkutan buangan(Moore, 1958). Pada daerah yang arusnya cepat,sedimen pada padang lamunterdiri dari lumpur halus dan detritus.Hal ini mennunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen (Berwick, 1983 dalam Mintane,1998)
3. Curah Hujan
Jumlah, lama, dan distibusi curah hujan merupakan faktor penting yang mengatur perkembangan dan distribusi tumbuhan. Selain itu, curah hujan mempengaruhi faktor lingkungan lain, seperti suhu air dan udara, salinitas air permukaan tanah dan air tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies mangrove.
Kartawinata (1977) menyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson - 1951, hutan mangrove di Indonesia berkembang pada daerah dengan tipe curah hujan A, B, C, dan D dengan nilai Q yang bervariasi mulai 0 sampai 73,7%. Sementara itu, Aksornkoae (1993) menginformasikan bahwa tumbuhan mangrove umumnya tumbuh baik di daerah dengan curuh hujan rata-rata 1500 - 3000 mm/tahun. Namun juga ditemukan pada daerah yang bercurah hujan tinggi, yaitu 4000 mm/th yang tersebar lebih dari satu periode 8 - 10 bulan per tahun.
4. Suhu Udara
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Kusmana (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20ºC dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5ºC, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu musiman mencapai 10ºC.
Berdasarkan hasil penelitian Kusmana (1993) diketahui bahwa hutan mangrove yang terdapat di bagian timur pulau Sumatera tumbuh pada suhu rata-rata bulanan dengan kisaran dari 26,3 ºC sampai dengan 28,7 ºC. Hutching dan Saenger (1987) mendapatkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan beberapa spesies tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada suhu 18 - 20 ºC, R. stylosa, Ceriops spp., Excoecaria agallocha dan Lumnitzera racemosa pertumbuhan tertinggi daun segar dicapai pada suhu 26-28 ºC, suhu optimum Bruguiera spp. 27 ºC, Xylocarpus spp. berkisar antara 21-26 ºC dan X. granatum 28 ºC.
5. Angin
Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.
Pada daerah pantai yang mudah terkena angin badai, tajuk pohon mangrove di sepanjang pantai tersebut biasanya patah dan struktur pepohonan umumnya lebih pendek. Namun demikian, mangrove memainkan peranan penting dalam mengurangi pengaruh badai pantai pada wilayah yang berada di antara daratan dan lautan.
6. Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada tanah mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horisontal. Pada areal yang selalu tergenang hanya R. mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang mendominasi daerah yang sering tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove.
Durasi pasang juga memiliki efek yang mirip pada distribusi spesies, struktur vegetatif, dan fungsi ekosistem mangrove. Hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang diurnal memiliki struktur dan kesuburan yang berbeda dari hutan mangrove yang tumbuh di daerah semi-diurnal, dan berbeda juga dengan hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang campuran. Rentang pasang surut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi, khususnya sistem akar dari mangrove. Di daerah mangrove dengan rentang pasang yang lebar, akar tunjang dari Rhizophora spp. tumbuh lebih tinggi, sedangkan di daerah yang rentangnya sempit memiliki akar yang lebih rendah. Aegialites rotundifolia dan Sonneratia spp. menunjukkan perilaku yang perakaran yang mirip. Pneumatoforanya yang besar (kuat dan panjang) sangat baik di atas permukaan tanah di zona peralihan pasang lebih luas dan lebih kecil untuk daerah dengan rentang pasang yang sempit.
7. Gelombang dan Arus
Gelombang pantai yang sebagian besar dipengaruhi angina merupakan penyebab penting abrasi dan suspensi sedimen. Pada pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa partikel pasir dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap, terakumulasi membentuk pantai berpasir. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya tenang. Keberadaan tegakan mangrove di pesisir pantai dapat melindungi kerusakan pantai akibat energi gelombang dan arus berupa abrasi dan tsunami.
8. Salinitas
Lingkungan asin (bergaram) diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove, seperti halnya banyak spesies yang kurang bersaing di bawah kondisi air tawar (Lugo, 1980). Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi spesies mangrove.
Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10 - 30 ppt. Salinitas yang sangat tinggi (hypersalinity) misalnya ketika salinitas air permukaan melebihi salinitas yang umum di laut (± 35 ppt) dapat berpengaruh buruk pada vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif. Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil dan berkurang komposisi spesiesnya. Meskipun demikian, beberapa spesies dapat tumbuh di daerah dengan salinitas sangat tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Wells (1982) dalam Aksornkoae (1993), bahwa di Australia A. marina dan E. agallocha dapat tumbuh di daerah dengan salinitas maksimum 63 ppt, Ceriops spp. 72 ppt., Sonneratia spp. 44 ppt., R. apiculata 65 ppt dan R. stylosa 74 ppt.
Referensi
Tropical Ecology Report of Marine Science And Technology (MST) Course 2002 – 2007 Department of Marine Science and Technology, IPB and DAAD
www.apache.org
www.Appserve.net
www.phpmyadmin.sourceforge.net
www.php.net
www.mysql.com
Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjo yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus, dan tempat persinggahan bagi burung-burung migrant
Beberapa jenis mangrove yang terkenal:
- Bakau (Rhizopora spp.)
- Api-api (Avicennia spp.)
- Pedada (Sonneratia spp.)
- Tanjang (Bruguiera spp.)

Peran dan manfaat hutan mangrove :
 pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai.
 menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti kayu bakar, alkohol, gula, bahan penyamak kulit, bahan atap, bahan perahu, dll.
 mempunyai potensi wisata
 sebagai tempat hidup dan berkembang biak ikan, udang, burung, monyet, buaya dan satwa liar lainnya yang diantaranya endemic

Jika hutan mangrove hilang :
 Abrasi pantai
 Dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan
 Dapat mengakibatkan banjir
 Perikanan laut menurun
 Sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang





ZONASI MANGROVE
KOMPOSISI JENIS DAN ZONASI MANGROVE
Kemampuan adaptasi dari tiap jenis terhadap keadaan lingkungan menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi hutan mangrove dengan batas-batas yang khas. Hal ini merupakan akibat adanya pengaruh dari kondisi tanah, kadar garam, lamanya penggenangan dan arus pasang surut. Komposisi mangrove terdiri dari jenis-jenis yang khas dan jenis tumbuhan lainnya.
Vegetasi mangrove menjadi dua kelompok, yaitu:
• Kelompok utama, terdiri dari Rhizophora, Sonneratia, Avicennia, Xylocarpus.
• Kelompok tambahan, meliputi Excoecaria agallocha, Aegiceras sp., Lumnitzera, dan lainnya.
Daya adaptasi atau toleransi jenis tumbuhan mangrove terhadap kondisi lingkungan yang ada mempengaruhi terjadinya zonasi atau permintakatan pada kawasan hutan mangrove. Permintakatan jenis tumbuhan mangrove dapat dilihat sebagai proses suksesi dan merupakan hasil reaksi ekosistem dengan kekuatan yang datang dari luar seperti tipe tanah, salinitas, tingginya ketergenangan air dan pasang surut.
Pembagian zonasi kawasan mangrove yang dipengaruhi adanya perbedaan penggenangan atau perbedaan salinitas meliputi :
1. Zona garis pantai, yaitu kawasan yang berhadapan langsung dengan laut. Lebar zona ini sekitar 10-75 meter dari garis pantai dan biasanya ditemukan jenis Rhizophora stylosa, R. mucronata, Avicennia marina dan Sonneratia alba.
2. Zona tengah, merupakan kawasan yang terletak di belakang zona garis pantai dan memiliki lumpur liat. Biasanya ditemukan jenis Rhizophora apiculata, Avicennia officinalis, Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangula, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Sonneratia caseolaris dan Lumnitzera littorea.
3. Zona belakang, yaitu kawasan yang berbatasan dengan hutan darat. Jenis tumbuhan yang biasanya muncul antara lain Achantus ebracteatus, A. ilicifolius, Acrostichum aureum, A. speciosum. Jenis mangrove yang tumbuh adalah Heritiera littolaris, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Nypa fruticans, Derris trifolia, Osbornea octodonta dan beberapa jenis tumbuhan yang biasa berasosiasi dengan mangrove antara lain Baringtonia asiatica, Cerbera manghas, Hibiscus tiliaceus, Ipomea pes-caprae, Melastoma candidum, Pandanus tectorius, Pongamia pinnata, Scaevola taccada dan Thespesia populnea.

Hutan mangrove juga dapat dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut:
• Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang ada memilliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.
• Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya masih berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah. Mangrove pada zona ini masih tergenang pada saat air pasang.
• Zona Bruguiera, terletak di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau 2 kali dalam sebulan.
• Zona Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan.
Posting sebelumnya telah disinggung tentang zonasi mangrove. Pada kesempatan ini ada sedikit tambahan tentang zonasi mangrove.
Bengen (1999) menyatakan bahwa zonasi mangrove Indonesia dari laut ke darat pada umumnya;
2. Daerah paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi Avicennia sp. Biasanya berasosiasi dengan Sonneratia yang bisa tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
3. Lebih ke arah darat, umumnya didominasi Rhizopora. Selain itu juga dijumpai Bruguiera dan Xylocarpus.
4. Zona yang didominasi Bruguiera.
5. Zona transisi antara mangrove dengan hutan dataran rendah yang biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans dan pandan laut (Pandanus sp.)
Noor et.al., (2006) menyatakan bahwa zona mangrove bila dikaitan dengan pasang surut terbagi sebagi berikut:
1. Areal yang selalu digenangi air walaupun saat pasang terendah. Didominasi Avicennia dan Sonneratia.
2. Areal yang digenangi oleh pasang sedang. Dominasi Rhizopora.
3. Areal yang digenangi hanya pada saat pasang tinggi, areal ini lebih ke daratan. Umumnya didominasi oleh Bruguiera dan Xylocarpus.
4. Areal yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan). Didominasi B. sexangula dan L. littorea.

PEMBAGIAN ZONASI MANGROVE BERDASARKAN KETINGGIAN DAN FREKUENSI GENANGAN AIR PASANG

Beberapa penikmat KeSEMaTBLOG, seringkali menanyakan kepada kami tentang pembagian ekosistem mangrove. Selain dilihat dari komponen vegetasinya (mangrove mayor, minor dan asosiasi), apakah mangrove juga bisa dibagi menurut karakteristiknya yang lain? Kami jawab, bisa. Memang, selain dilihat dari komponen penyusunnya, mangrove bisa juga dibagi berdasarkan ketinggian dan frekuensi genangannya. Menurut Brown (2006), penelitian yang dilakukan oleh Watson (1982), menyebutkan bahwa berdasarkan ketinggian dan frekuensi genangannya, mangrove dibagi menjadi lima kelas.
Kelima kelas itu adalah (1) Kelas 1, adalah mangrove yang digenangi oleh seluruh level air dengan ketinggian 2,44 m dan frekuensi genangan 56-62 kali per bulan; (2) Kelas 2, adalah mangrove yang digenangi oleh air dengan ketinggian sedang dengan ketinggian 3,35 m dan frekuensi genangan 45-59 kali per bulan; (3) Kelas 3, adalah mangrove yang digenangi oleh air dengan ketinggian normal dengan ketinggian 3,96 m dan frekuensi genangan 20 - 45 kali per bulan; (4) Kelas 4, adalah mangrove yang digenangi oleh air dengan ketinggian besar dengan ketinggian 4,57 m dan frekuensi genangan 2-20 kali per bulan; dan (5) Kelas 5, adalah mangrove yang digenangi oleh air saat terjadi pasang besar /abnormal (equinoctial tide) dengan ketinggian 15 m dan frekuensi genangan 2 kali per bulan. Berikut ini adalah contoh aplikasinya, pada hutan mangrove di Indonesia.

Kelas 1. Mangrove dalam kelas ini tergenang oleh semua ketinggian air. Spesies dominan yang tumbuh di sini adalah Rhizophora mucronata, R. stylosa dan R. apiculata. Untuk R. mucronata lebih banyak tumbuh pada areal yang lebih banyak pasokan air tawar. Di Indonesia Timur, Avicennia spp dan Sonneratia spp mendominasi zona ini.

Kelas 2. Mangrove pada kelas ini digenangi oleh tingkat air dengan ketinggian sedang. Spesies utama yang tumbuh adalah Avicennia alba, A. marina, Sonneratia alba, dan R. mucronata.

Kelas 3. Digenangi oleh ketinggian air normal. Kebanyakan spesies bisa tumbuh dalam ketinggian ini. Sebagian besar spesies mangrove tumbuh di sini sehingga tingkat keragaman hayati tinggi. Spesies yang paling umum adalah Rhizophora spp (seringkali dominan), Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Lumnitzera littorea, dan Excoecaria agallocha.

Kelas 4. Genangan hanya terjadi pada saat air tinggi. Spesies yang umumnya dapat tumbuh di sini adalah Bruguiera spp, Xylocarpus spp, Lumnitzera littorea, dan Excoecaria agallocha. Untuk Rhizophora spp, jarang ditemui di areal ini karena lahannya terlalu kering untuk tumbuh.


Kelas 5. Genangan hanya terjadi pada saat air pasang besar. Spesies utama adalah Bruguiera gymnorrhiza (dominan), Instia bijuga, Nypa fruticans, Herritera littoralis, Excoecaria agallocha dan Aegiceras spp.

Dari pembagian zonasi mangrove ini, bisa dilihat bahwa di habitat aslinya, mangrove tak bisa hidup secara sembarangan. Dengan kata lain, mangrove hidup di ketinggian dan genangan air pasang yang berbeda. Kesalahan survey dalam pekerjaan pra rehabilitasi mangrove dan cara penanaman yang tidak sesuai dengan pembagian kelas mangrove seperti di atas, bisa mengakibatkan kegagalan program rehabilitasi mangrove secara keseluruhan.

KeSEMaT menyarankan, sebelum melakukan pekerjaan konservasi mangrove, dilakukan terlebih dahulu survei ketinggian dan frekuensi genangan air pasang secara benar. Setelah didapatkan data yang akurat, barulah dilakukan penanaman mangrove yang titik-titik penanamannya disesuaikan dengan kelas-kelas mangrove (lihat foto di atas, pada saat para peserta Mangrove REpLaNT 2007 KeSEMaT melakukan penanaman mangrove di Teluk Awur Jepara).

Sebagai tambahan, masing-masing spesies mangrove tumbuh pada ketinggian substrat yang berbeda dan pada bagian tertentu tergantung pada besarnya paparan mangrove terhadap genangan air pasang. Untuk itu, kita perlu mempelajari tabel air pasang di daerah masing-masing dan mulai melakukan pengukuran di areal mangrove yang masih bagus dalam kaitan anatar ketinggian substrat dengan berbagai spesies mangrove yang tumbuh pada setiap kedalaman. Salah satu kunci penting yang harus dilakukan ketika melakukan rehabilitasi mangrove adalah mencontoh tingkat kemiringan dan topografi substrat dari mangrove terdekat yang ,masih bagus kondisinya. (Brown, 2006).

Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem Terumbu Karang
EKONOMIKA SUMBER DAYA ALAM LINGKUNGAN
PERIKANAN DEMERSIAL
Terumbu karang (coral reefs) merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa kelas Seleterctinia, yang termasuk hermatypic coral atau jenis-jenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (CaCO3) (Vaughen, dalam Supriharyono, 2000b). Struktur bangunan batu kapur (CaCO3) tersebut cukup kuat, sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut, sedangkan asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup di sini disamping selectrctinian corals, adalah algae yang juga banyak mangandung kapur (Dawes, 1981).
Berkaitan dengan terumbu karang di sini dibedakan antara binatang karang (reef corals) sebagai individu organisme atau komponen masyarakat, dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem, termasuk di dalamnya organisme-organisme karang.
Terdapat dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur (hermatypic corals) dan yang tidak membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium karbonat, sehingga sering dikenal pula sebagai reef-building corals. Sedangkan ahermatypic corals adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang (Bengen, 2002; Supriharyono, 2000b).
Perkembangan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik lingkungan yang dapat menjadi pembatas bagi karang untuk membentuk terumbu. Adapun faktor-faktor fisik lingkungan yang berperan dalam perkembangan terumbu karang adalah: (1) suhu air > 180C, tetapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-rata tahunan berkisar antara 23 ¨C 25oC, dengan suhu yang maksimal yang dapat ditolerir berkisar antara 36 ¨C 40oC; (2) kedalaman perairan > 50 meter, dengan kedalaman bagi perkembangan optimal pada ¡Ü 25 meter; (3) salinitas air yang konstan antara 30 - 36¡ë; dan (4) perairan yang cerah, bergelombang besar dan bebas dari sedimen (Bengen, 2001, 2002).
Pada daerah terumbu karang, ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan juga merupakan organisme besar yang mencolok. Dengan jumlahnya yang besar dan mengisi terumbu karang, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa ikan karang penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang (Nybakken, 1988). Keberadaan ikan-ikan karang sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan terumbu karang yang ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Hutomo, 1986).
Terumbu karang merupakan habitat bagi beragam biota, sebagai berikut: (1) beraneka ragam avertebrata (hewan tak bertulang belakang), terutama karang batu (stony coral), juga berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan, ekinodermata (bulu babi, anemon laut, teripang, bintang laut dan leli laut); (2) beraneka ragam ikan: 50 ¨C 70% ikan kornivora oportunik, 15% ikan herbivora, dan sisanya omnivora; (3) reptil, umumnya ular laut dan penyu laut; dan (4) ganggang dan rumput laut, yaitu: algae hijau berkapur, algae karolin dan lamun (Bengen, 2002).
Beberapa kelompok ikan yang paling paling sering terlihat di terumbu karang, adalah: (1) Subordo Labroide, famili: Labrides (ikan cina-cina), Scaridae (ikan kakak tua), Pomacentridae (ikan betook); (2) Subordo Acanthuroidei, famili: Acanthuridae (butana/surgeon fish), Siganidae (beronang), dan Zanclidae (Moorish idol); (3) Subordo Chaetodontoidei, famili: Chaetodontidae (kepe-kepe/butterfly fish), Pomacantidae (kambing-kambing/angel fish); (4) Famili Blennidae dan gobiidae yang bersifat demersal dan menetap; (5) Famili Apogonidae (ikan beseng), nocturnal, memangsa avertebrata terumbu dan ikan kecil; (6) Famili Ostraciidae, Tetraodontidae, dan Balestide (ikan pakol) yang menyolok dalam bentuk dan warnanya; dan (7) pemangsa dan pemakan ikan (Piscivorous) yang besar jumlahnya dan bernilai ekonomis tinggi, meliputi famili: Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakap), Lethrinidae (lencam), dan Holocentridae (suanggi).
Ikan karang terbagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: (1) ikan target yaitu ikan-ikan yang lebih dikenal oleh nelayan sebagai ikan konsumsi seperti Famili Serranide, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae; (2) kelompok jenis indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan terumbu karang di suatu perairan seperti Famili Chaetodontidae; dan (3) kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan, karena peran lainnya belum diketahui seperti Famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Muliidae, Apogonidae (Adrim, 1993).
Banyak ikan yang mempunyai daerah hidup di terumbu karang dan jarang dari ikan-ikan tersebut keluar daerahnya untuk mencari makanan dan tempat perlindungan. Batas wilayah ikan tersebut didasarkan pada pasokan makananan, keberadaan predator, daerah tempat hidup, dan daerah pemijahan.
Hal ini yang menyebabkan hubungan ikan karang semakin kompleks (White, 1987; McConnel, 1987). Kebanyakan ikan yang tergolong herbivora adalah ikan-ikan yang aktif pada siang hari (diurnal), berwarna cemerlang dengan mulut yang kecil. Beberapa jenis umumnya membentuk kelompok ketat dan cepat bergerak (Mc Connaughey dan Zottoli, 1983).
Interkasi antara ikan karang dan terumbu karang sebagai habitatnya dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) intekasi langsung sebagai tempat berlindung dari predator pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda; (2) interkasi dalam mencari makanan yang meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk algae; dan (3) interkasi tidak langsung sebagai akibat struktur karang dan kondisi hidrologis dan sedimen (Coat dan Bellwood, dalam Bawole, 1998).

Tentang Terumbu Karang

Tentang Terumbu Karang

Apakah terumbu karang?
Terumbu Karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Bayangkanlah terumbu karang sebagai sebuah kota yang sangat sibuk, bangunannya terdiri dari karang-karang, dengan ikan-ikan dan makhluk laut sebagai penghuninya.
Apakah karang itu?
Karang yang hidup di laut, tampak terlihat seperti batuan atau tanaman. Tetapi mereka sebenarnya adalah sekumpulan hewan-hewan kecil yang dinamakan polip. Ada dua macam karang, yaitu karang batu (hard corals) dan karang lunak (soft corals). Karang batu merupakan karang pembentuk terumbu karena tubuhnya yang keras seperti batu. Kerangkanya terbuat dari kalsium karbonat atau zat kapur. Karang baru bekerja sama dengan alga yang disebut zooxanthellae. Karang batu hanya hidup di perairan dangkal dimana sinar matahari masih didapatkan. Karang lunak bentuknya seperti tanaman dan tidak bekerja sama dengan alga. Karang lunak dapat hidup baik di perairan dangkal maupun di perairan dalam yang gelap.
Apakah polip itu?
Polip karang bentuknya seperti sebuah karung dan memiliki tangan-tangan yang dinamakan tentakel. Polip menyerap kalsium karbonat dari air laut untuk membangun rangka luar zat kapur yang dapat melindungi tubuh polip yang sangat lembut.

Bagaimanakah cara karang makan ?
Pada tentakel polip terdapat racun yang digunakan untuk menangkap berbagai jenis hewan dan tumbuhan laut yang sangat kecil atau disebut plankton sebagai makanan tambahannya. Tentakel karang terbuka pada malam hari dan digunakan untuk menangkap plankton yang melayang-layang terbawa arus. Karang batu mendapatkan makanan dari zooxanthellae.

Apakah zooxanthellae itu ?
Zooxanthellae adalah alga ber-sel satu yang hidup di dalam jaringan tubuh karang batu. Zooxanthelae dan karang memiliki hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Zooxanthellae menyediakan makanan untuk polip karang melalui proses memasak yang disebut fotosintesis, sedangkan polip karang menyediakan tempat tinggal yang aman dan terlindung untuk zooxanthellae

Bagaimana Karang berkembang biak?
Karang berkembang baik secara sexual dan asexual. Sexual reproduction terjadi saat sel telur dan sperma dikeluarkan oleh karang ke kolom perairan. Sel telur dan sperma dari jenis yang sama kemudian bergabung menghasilkan larva planula. Planula akan tumbuh sebagai polip karang. Asexual reproduction terjadi saat planula tumbuh menjadi polip karang kemudian membelah memperbanyak diri.

Berapa lama waktu yang dibutuhkan karang untuk tumbuh?
Selama satu tahun rata-rata karang hanya dapat menghasilkan batu karang setinggi 1 cm saja. Jadi selama 100 tahun karang batu itu hanya tumbuh 100 cm. Kalau begitu, jika karang yang tingginya 5 meter dirusak, diperlukan 500 tahun agar kembali seperti semula. Bayangkan….betapa lamanya !!!
Kalau begitu, berapa umur sebuah Terumbu Karang ?
Terumbu karang termasuk ekosistem yang paling tua di bumi ini. Tahap pertama evolusi terumbu karang terjadi kira-kira 500 juta tahun yang lalu. Terumbu karang modern ada sejak lebih dari 50 juta tahun yang lalu. Waktu yang dibutuhkan terumbu karang untuk tumbuh adalah antara 5000 sampai 10.000 tahun . Jadi terumbu yang kita lihat sekarang ini telah berumur lebih dari 10.000!
Mengapa terumbu karang sangat penting artinya?
Terumbu karang memberikan manfaat yang luar biasa kepada bumi dan seisinya. Manfaat terumbu karang bagi manusia adalah:
• Pelindung pantai dari hempasan ombak.
• Tempat asuhan dan berkembang biak bagi ikan, dan m enyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi makhluk laut
• Menyediakan sumber protein bagi masyarakat
• Menyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata
• Sebagai salah satu sumber obat-obatan untuk berbagai macam penyakit.
Hal-hal apa saja yang dapat merusak Terumbu Karang?
Terumbu karang adalah ekosistem yang rentan dan mudah rusak. Terumbu karang dapat rusak oleh beberapa proses antara lain: pengendapan, pencemaran, penagkapan ikan yang merusak, sampah, gempa, bintang laut pemangsa karang yang disebut bulu seribu

Apa yang dapat dilakukan untuk membantu melestarikan Terumbu Karang?
• Jangan membeli souvenir atau barang-barang yang terbuat dari karang atau makhluk laut lainnya seperti karang yang dikeringkan, ikan buntal yang diawetkan, kerang-kerang besar, dll
• Jangan menyentuh, berdiri di atas karang, atau mengumpulkan karang ketika sedang bermain di laut atau snorkeling
• Jika anda adalah seorang penyelam, perhatikan gerakan fin, tabung, dan alat selam lainnya, jangan sampai membentur karang
• Jika anda memiliki akuarium air laut, pastikan ada membeli ikan-ikan yang tidak ditangkap dengan menggunakan racun
• Terdapat bukti-bukti bahwa di dalam terumbu karang terkandung bahan-bahan untuk obat-obatan.
• Bergabunglah dengan badan pelestarian lingkungan laut.

Perhitungan Densitas Zooxanthella
Hasil pencacahan zooxanthella di bawah mikroskop dapat dihitung dengan rumus menurut Manuputty (1999) sebagai berikut :
d = Q x 10.000

Dimana :
d = Densitas sel dalam suspensi (sel/ml)
Q = Jumlah total sel dalam suspensi sampel karang
10.000 = Faktor koreksi, diperoleh dari perhitungan total volume air sampel pada haemocytometer
Densitas zooxanthella dihitung dengan perbandingan densitas sel dalam suspensi (sel/ml) dan luas sampel karang (cm2) yaitu :
K =


Dimana :
K = Densitas zooxanthella (sel/cm2)
d = Densitas sel dalam suspensi (sel/ml)
L = Luas Sampel karang (cm2)