Minggu, 16 Januari 2011

identifikasi mikroba dengan melihat sifat antigeniknya

I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan suatu kelompok organisme yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang, sehingga diperlukan alat bantu untuk dapat melihatnya seperti mikroskop, lup dan lain-lain. Cakupan dunia mikroorganisme sangat luas, terdiri dari berbagai kelompok dan jenis, sehingga diperlukan suatu cara pengelompokan atau pengklasifikasian.
Klasifikasi adalah suatu istilah yang berkaitan dan sering kali digunakan atau dipertukarkan dengan taksonomi. Taksonomi adalah ilmu mengenai klasifikasi atau penataan sistematis organisme kedalam kelompok atau kategori yang disebut taksa (tunggal, takson) tetapi penyusunan taksonomi mikroorganisme mensyaratkan diidentifikasi sebagai mana mestinya dan diberi nama. Kegiatan secara keseluruhan, yakni tentang pengklasifikasian penamaan dan pengidentifikasian mikroorganisme, disebut sebagai sistematika mikroba.
Menyusun sistematik dalam dunia mikroorganisme bukanlah pekerjaan yang mudah kesulitan pertama yang kita hadapi ialah menentukan apakah mikroba itu golongan hewan atau golongan tumbuhan. Setelah leeuwenhoek menyelami dunia mikroorganisme , sarjana Zoologi seperti Muller (1773) dan erlenberg (1838) menggolongkan bakteri pada protozoa. Baru pada tahun (1873), Cohn sarjana botani bangsa Jerman, mengetahui adanya ciri-ciri yang menyebabkan ia lebih condong menggolongkan bakteri (salah satu mikroorganisme) pada tumbuhan. Klasifikasi bakteri secara agak lengkap pada tahun 1875, dan sejak itu diadakan penyempurnaan secara berangsur-angsur sampai sekarang.
Banyak kesulitan dalam mengklasifikasikan mikroorganisme. Misalnya dalam klasifikasi bakteri. Kriteria dalam kalasifikasi berbeda dengan mengklasifikasikan tumbuhan tingkat tinggi dan hewan tingkat tinggi yang didasarkan terutama pada sifat- sifat marfologisnya. Tetapi hal ini sulit dilaksanakan pada bakteri, sehingga klasifikasi bakteri di dasarkan sebagian pada sifat-sifat morfologi, dan sifat-sifat fisiologinya termasuk imunologi.
Banyak bakteri di bawah mikroskop menunjukkan bentuk morfologi yang sama, tetapi sifat-sifat fisiologi mereka berlainan sama sekali. Ada beberapa golongan bakteri yang sama bentuknya, tetapi yang satu dapat mencernakan asam amino tertentu, sedangkan yang lainnya tidak. Ada pula suatu golongan yang dapat menyebabkan suatu penyakit, sedang golongan yang lain tidak. Maka jelaslah bahwa kesukaran kita untuk menetapkan spesies berdasarkan sifat-sifat morfologi saja.
1.2Rumusan Masalah
Apa yang disebut dengan sifat antigenik?
Bagaimana cara mengidentifikasi mikroba dengan melihat ciri sifat antigeniknya?

1.3Tujuan
Mengetahui identifikasi mikroba dengan melihat sifat antigeniknya










II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN



2.1 Klasifikasi dan Identifikasi
Dalam semua cabang biologi diperluan pencirian, klasifikasi dan identifikasi. Klasifikasi merupakan proses untuk mengenali dan mengelompokkan organisme hidup. Klasifikasi merupakan bagian dari bidang ilmu sistematik. Tujuan klasifikasi ialah mengatur kedudukan dari berbagai organisme di alam. Jika diketahui ciri-ciri suatu mikroorganisme, maka dapat dilakukan perbandingan sehingga terlihat persamaan dan juga perbedaan dnegan organisme lainnya. Hal ini dapat disamakan dengan membuat tabel periodik bagi unsur kimia sehingga terlihat keterkaitan antara unsur kimia tersebut.
Identifikasi mikroba berguna untuk mempelajari secara detail karakter fisik, kimiawi, dan bologis mikroba sehingga dapat diketahui dan dimanfaatkan secara optimal. Identifikasi merupakan kegiatan utama dalam kegiatan untuk membuat klasifikasi atau taksonomi. Berdasarkan klasifikasi dan taksonomi keanekaragaman hayati makhluk hidup dapat dipelajari dan dipahami dengan lebih mudah dan utuh. Kegiatan identifikasi adalah menentukan nama hewan atau tumbuhan dengan benar dan menempatkannya di dalam system klasifikasi hewan dan tumbuhan.
Klasifikasi dan identifikasi mikroorganisme haruslah diketahui terlebih dahulu karakteristik atau ciri-ciri mikroorganisme. Oleh karena ukurannya yang sangat kecil, tidaklah mungkin bagi kita untuk mempelajari 1 mikroorganisme saja, sehingga yang dipelajari adalah karakteristik suatu biakan yang merupakan populasi dari suatu mikroorganisme.



Beberapa tahapan standar yang harus dilakukan untuk dapat mengidentifikasi mikroba, yaitu berdasarkan :
1. Morfologis
Mikroba pada umumnya sangat kecil : ukurannya dinyatakan dalam mikrometer (µm). 1µm = 0,001 mm. Oleh karena ukurannya yang kecil diperlukan mikroskop untuk melihat mikroba. Mikroskop yang digunakan tergantung pada kecermatan yang diinginkan oleh peneliti.
2. Sifat Kimiawi
Sel terdiri dari berbagai bahan kimia. Bila sel mikroba diberi perlauan kimiawi, maka sel ini memperlihatkan susunan kimiawi yang spesifik. Sebagai contoh, bakteri Gram negatif memiliki lipopolisakarida dalam dinding selnya, Sedangkan bakteri Gram positif tidak. Sebaliknya pada banyak bakteri Gram positif terdapat asam teikoat. Bahan kimia ini tidak ditemukan pada gram negatif. Dinding sel fungsi dan algae berbeda dari bakteri. Pada kelompok virus, pembagian dilakukan berdasaran asam inti yang dikandung, apakah merupakan DNA atau RNA.
3. Sifat Biakan
Zat hara yang diperlukan oleh setiap mikroorganisme berbeda ada mikroorganisme yang hanya dapat hidup dan tumbuh bila diberikan zat hara yang kompleks (serum, darah). Sebaliknya ada pula yang hanya memerlukan bahan inorganik saja atau bahan organik (asam amino, karbohidrat, purin, pirimidin, vitamin, koenzim) selain itu beberapa mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada sel hidup, berupa inang, telur, bertunas, biakan jaringan.
4. Sifat Metabolisme
Proses kehidupan dalam sel merupakan suatu rentetan reaksi kimiawi yang disebut metabolisme. Berbagai macam reaksi yang terjadi dalam metabolisme dapat digunakan untuk mencirikan mikroorganisme.

5. Sifat Antigenik
Bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh, akan terbentuk antibodi yang mengikat antigen. Antigen merupakan bahan kimia tertentu dari sel mikroba. Antibodi ini bersifat sangat spesifik terhadap antigen yang menginduksinya. Oleh karena mikroorganisme memiliki antigen yang berbeda, maka antibodi dapat digunakan untuk mencirikan (rapid indentification) terhadap mikroorganisme. Reaksi ini sangat sepesifik sehingga dapat disebut sebagai lock and key system.
6. Sifat Genetik
DNA kromosomal mikroorganisme memiliki bagian yang konstan dan spesifik bagi mikroorganisme tersebut sehingga dapat digunakan untuk pencirian mikroorganisme. Susunan basa DNA. Untuk perbandingan di gunakan mol % G+C
7. Patogenitas
Mikroba dapat menimbulkan penyakit, kemampuannya untuk menimbulkan penyakit merupakan ciri khas mikroorganisme tersebut selain itu terdapat pula bakteri yang memakan bakteri lainnya (Bdellovibrio) dan virus (bakteriofag)yang menginfesi dan menghancurkan bakteri.
8. Sifat Ekologi
Habitat merupakan sifat yang mencirikan mikroorganisme. Mikroorganisme yang hidup di lautan berbeda dengan air tawar. Mikroorganisme yang terdapat dalam rongga mulut berbeda dengan saluran pencernaan.






III PEMBAHASAN


3.1 Sifat Antigenik
Antigenik adalah sebuah zat yang merangsang respon imun, terutama dalam menghasilkan antibodi. Antigen biasanya berupa protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) yang bergabung dengan proetin-pembawaatau carrier. Mikroba memiliki antigenik yang sangat beragam. Salah satu contoh adalah streptococcus pneumoniae, penyebab pneumonia, yang mempunyai banyak tipe antigenik dan baru diketahui 84 macam. Setiap macam mempunyai stuktur pelapis polisakarida yang berbeda.

3.2 Reaksi Antigen Antibodi
Tahapan ini memanfaatkan reaksi antara antigen-antibodi. Pada saat mikroba masuk kedalam tubuh maka tubuh akan membentuk antibodi yang berfungsi untuk megikat antigenik dari mikroba tersebut. Antibodi ini bekerja sangat spesifik dengan antigen yang menginduksinya. Oleh kerena mikroorganisme memiliki antigen yang berbeda, maka antibodi dapat digunakan untuk mencirikan (rapid indentification) terhadap mikroorganisme. Reaksi ini sangat sepesifik sehingga dapat disebut sebagai lock and key system.

Kespesifikan reaksi antara antigen dan antibodi telah ditunjukkan melalui penelitianpenelitian yang dilakukan oleh Landsteiner. Ia menggabungkan radikal- radikal organik kepada protein dan menghasilkan antibodi terhadap antigen-antigen tersebut. Keputusan yang diperoleh menunjukkan antibodi dapat membedakan antara kelompok berbeda pada protein ataupun kumpulan kimia yang sama tetapi berbeda kedudukan.
Ikatan kimia antara antigen dan antibodi
Terdiri dari ikatan non kovalen, (seperti ikatan hidrogen, van der Waals, elektrostatik, hidrofobik), sehingga reaksi ini dapat kembali ke semula (reversible). Kekuatan ikatan ini bergantung kepada jarak antara paratop dan bagian-bagian tertentu pada epitop.
Reaksi pelarutan (precipitation)
Antara antibodi khusus dengan antigen larut seperti protein. Penelitian yang
dilakukan oleh Heidelberger dan Kendall menunjukkan reaksi ini dapat optimum pada zona kesetaraan (equivalence zone) di mana antibodi dan antigen terbentuk pada kondisi yang paling sesuai untuk membentuk satuan ikatan (lattice). Pada zona antibodi berlebih (antibody excess zone) dan zona antigen berlebih (antigen excess zone) maka pembentukan satuan ikatan tidak optimum dan masih terdapat antibodi atau antigen bebas yang tidak terdapat dalam larutan.
Reaksi pembekuan (aglutinasi)
Antara antibodi khusus dengan antigen partikulat seperti bakteria, sel dll. Prinsip- prinsip reaksi pembekuan adalah sama seperti reaksi pelarutan. Di dalam percobaan di atas antibodi spesifik terhadap antigen dicairkan dalam satu set telaga piring mikrotiter (baris atas), kemudian antigen pada kepekatan yang sama ditambah kepada setiap telaga yang mengandung antibodi. Selepas eraman untuk jangka masa yang sesuai telaga- telaga dicerap untuk melihat sama ada terdapat pembentukan aglutinat (baris kedua). Keputusan yang diperolehi menunjukkan terdapat aglutinat terbentuk dalam telaga 2 - 5 dan tidak dalam telaga-telaga lain. Dalam telaga pertama aglutinat tidak terbentuk walaupun terdapat banyak antibodi kerana nisbah antigen:antibodi tidak optimum untuk pembentukan aglutinat. Kepekatan antibodi adalah terlalu tinggi berbanding antigen. Ini dipanggil sebagai fenomenon prozon. Dalam telaga 6 dan 7 kepekatan antibodi adalah terlalu rendah dan tidak cukup untuk untuk menghasilkan aglutinat. Dalam percubaan di atas titer antibodi terdapat pada telaga 5 kerana ini ialah cairan tertinggi yang menghasilkan tindak balas positif, iaitu penglutinatan. Rajah sebelah bawah menunjukkan mekanisme tindak balas penghemaglutinatan tak terus (indirect hemagglutination reaction).
Dalam kedah ini antigen larut diselaputkan ke permukaan eritrosit dan kehadiran
antibodi terhadap antigen tersebut dikesan :
 Mendakan dalam tiub
Tindak balas pemendakan juga boleh dilakukan dalam medium separa pepejal seperti gel dan prinsip tindak balas adalah sama seperti tindak balas dalam larutan. Kaedah ini boleh dilakukan dalam tiub atau atas slaid.
Rajah di atas menerangkan prinsip pemendakan dalam tiub. Dalam kaedah pertama (gambar atas) larutan antigen ditambah kepada tiub yang mengandungi antibodi. Selepas eraman garis mendakan akan terbentuk pada zon kesetaraan antara larutan antigen dan antibodi. Kaedah kedua (gambar tengah) menunjukkan tindak balas pemendakan dalam gel. Antibodi dicampurkan dengan gel dan dibekukan dalam tiub. Kemudian antigen ditambah dan tiub tersebut dieram. Antigen akan menyerap masuk ke dalam gel dan membentuk satu cerun kepekatan dan garis mendakan (precipitin line) terbentuk di mana terdapat zon kesetaraan wujud. Lebih dari satu garis mendakan akan terbentuk jika terdapat lebih dari satu antigen yang dicam oleh antibodi. Gambar ketiga menunjukkan peralihan garis mendakan (pseudomigration) yang berlaku semasa eraman. Ini berlaku karena semasa eraman lebih banyak antigen akan menyerap masuk ke dalam gel dan bagian di mana terdapat zon kesetaraan akan bertukar kerana kepekatan antibodi dalam gel adalah malar. Rajah ini juga menunjukkan di mana zon antigen dan antibodi berlebih wujud dalam gel tersebut.
 Kaedah imunoserapan bulatan
Kaedah ini berguna untuk menentukan kehadiran atau menentukan kepekatan antigen. Dalam rajah di bawah kepekatan IgG dalam sampel ditentukan menggunakan kaedah ini. Anti-IgG dicampurkan dengan gel dan dibekukan di atas slaid. Kemudian telaga-telaga ditebuk di dalam gel tersebut dan satu set piawai IgG ditambah ke dalam telaga. Selepas eraman garis mendakan berbentuk bulatan akan terbentuk di keliling setiap telaga dan diameter bulatan ini bergantung kepada kepekatan antigen (IgG) yang ditambah.
Satu lengkok piawai diplot dan jika terdapat satu telaga yang mengandungi IgG yang tidak diketahui kepekatannya, kepekatan IgG dalam sampel tersebut boleh ditentukan berdasarkan diameter garis mendakan yang terdapat keliling telaga tersebut dan lengkok piawai yang ada.
 Kaedah Ouchterlony
Kaedah ini berguna untuk menentukan perhubungan antigen (antigenic relationship). Corak pertama di atas menunjukkan tindak balas seiras (reaction of identity) yang berlaku apabila epitop-epitop pada antigen 1 dan 2 yang dicam oleh antibodi adalah sama. Dalam tindak balas kedua epitop-eitop yang terdapat pada antigen 1 dan 3 adalah berbeza dan tidak dikongsikan. Ini menghasilkan corak tindak balas tak seiras (reaction of non-identity). Jika terdapat epitop-epitop yang dikongsikan antara dua antigen dan pada masa yang sama terdapat epitop-epitop unik pada satu antigen, corak separa iras (reaction of partial identity) akan terhasil. Dalam corak ketiga, antigen 1 dan 4 mempunyai epitop-epitop yang sepunya, tetapi antigen 1 mempunyai epitop- epitop unik yang dicam oleh antibodi dan ini akan menghasilkan pacu (spur). Dalam corak keempat, antibodi hanya mengcam epitop pada antigen 1 yang tidak mempunyai epitop yang dikongsikan dengan antigen 5.


 Kaedah imunojerapan berpaut enzim (ELISA)
Kaedah ini tergolong ke dalam asai imunoenzim kerana melibatkan tindak balas enzim dengan substrat. Kaedah ELISA terus digunakan untuk mengesan kehadiran antigen sementara kaedah tak terus digunakan untuk mengesan kehadiran antibodi.
Rajah di atas menunjukkan prinsip ELISA untuk mengesan kehadiran antibodi. Telaga piring mikrotiter diselaputkan dengan antigen (berwarna biru) kemudian sampel ujian ditambah. Jika terdapat antibodi spesifik (berwarna merah) untuk antigen dalam sampel tersebut ia akan bergabung dengan antigen. Kehadiran antibodi ini dikesan menggunakan antibodi sekunder (biru) berlabel enzim (kuning). Selepas penambahan substrat, warna produk ditentukan berdasarkan serapan dan nilai serapan ini adalah berkadaran dengan kuantiti antibodi yang tergabung kepada antigen.
 Kaedah pemblotan Western
Kaedah pemblotan Western digunakan untuk mengesan kehadiran antigen. Dalam kaedah ini antigen tercampur dipisahkan menggunakan elektroforesis gel. Kemudian antigen-antigen tersebut dipindahkan kepada membran pepejal menggunakan arus elektrik. Kehadiran antigen spesifik pada membran dikesan menggunakan antibodi spesifik untuk sesuatu antigen.
 Kaedah pewarnaan berpendarfluor
Kaedah ini menggunakan antibodi spesifik berlabel pendarfluor seperti fluorescein isothiocyanate (FITC). Rajah di bawah menunjukkan pengesanan bakteria menggunakan antibodi berpendarfluor. Antibodi berlabel FITC dicampurkan dengan sampel (E. coli) dan kemudian sampel dicerap menggunakan mikroskop pendarfluor.



3.3 Klasifikasi Bakteri Leptospira Berdasarkan Identifikasi Sifat Antigenik
(Klasifikasi Berdasarkan Serotipe)

3.3.1 Absorpsi-Aglutinasi Silang
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi galur adalah reaksi antigen- antibodi seperti pada microscopic agglutination test (MAT). Struktur antigen Leptospira adalah sangat komplek. Sebagai dasar unit sistematiknya adalah serovar, yang ditentukan berdasarkan galur referensi yang sudah ada.
Untuk menentukan status serovar dari galur yang belum diketahui, maka digunakan suspensi antigen galur yang belum diketahui untuk mentitrasi anti sera kelinci yang spesifik terhadap masing-masing serogrup Leptospira yang sudah diketahui menggunakan teknik MAT. Dari sini juga dapat diteliti hubungan antara galur yang belum diketahui dengan galur referensi lain dalam serogrup yang sama. Serovar yang belum diketahui mungkin dapat diaglutinasi oleh satu antisera atau lebih.

• Tes absorpsi-aglutinasi-silang
Prosedur ini jauh lebih rumit dan melibatkan perbandingan reaksi absorpsi aglutinasi silang galur yang belum diketahui dengan antiserum terhadap galur referensi menggunakan metode MAT. Serogrup ditentukan berdasarkan hasil tes positif terhadap salah satu antisera. Tes dilakukan sesuai dengan metode standar yang diberikan oleh Subcommittee on the Taxonomy of Leptospira (International Committee on Systemic Bacteriology, 1984).
3.3.2 Teknik Lain Untuk Menentukan Serotipe
 Analisis Faktor
Untuk melakukan tes absorpsi-aglutinasisilang membutuhkan waktu cukup lama, sehingga penggunaan untuk mengidentifikasi galur pada ini, maka laboratorium referensi telah melakukan usaha penelitian untuk menemukan metode yang dapat dipakai untuk menentukan tipe Leptospira dengan cara yang cepat. Dari hasil penelitian ternyata ditemukan teknik yang disebut analisis faktor, yang menggunakan antisera kelinci dan mengidentifikasi isolat menggunakan antibodi monoklonal mencit.
Teknik klasifikasi yang sudah diakui secara resmi tidak dapat menentukan tipe serovar dengan tepat, tetapi hanya menentukan tingkat perbedaan serologis yang penting untuk galur yang mewakili galur baru. Analisis faktor menurut Kmety`s (1967), menggunakan studi yang lebih mendalam tentang struktur antigenik dari masing-masing serovar yang dikenal oleh kombinasi khusus yang berasal dari masing-masing serovar, atau faktorfaktor antigenik major dan minor yang beragam yang terdapat pada masing- masing serovar. Faktor sera dipersiapkan dengan cara mengabsorbsi antiserum kelinci dengan satu suspensi antigen yang berbeda atau lebih, sampai dia bereaksi hanya dengan satu serovar dari subgroup atau serogrup. Analisis faktor adalah merupakan metode yang sangat baik untuk mempelajari tingkat kesamaan antigenik diantara galur, dan dapat menentukan status serovar dengan sangat cepat.
Dalam mempersiapkan faktor sera, teknik ini mempunyai kelemahan karena adanya variasi dari satu batch dengan batch yang lain, sehingga hasil yang diperoleh bervariasi. Walaupun demikian, faktor sera dapat digunakan memperkirakan tipe serovar untuk memperoleh hasil dengan cepat.
 Antibodi Monoklonal
Cara mengidentifikasi menggunakan antibodi monoklonal (monoclonal
antibodies, MCAs) mempunyai persamaan dengan penentuan tipe secara konvensional,
yaitu berdasarkan pada pengenalan gambaran antigen yang khas dari serovar dengan menggunakan panel antibodi monoklonal. Berbeda dengan tes absorpsiaglutinasi-silang, dengan tes antibodi monoklonal, maka jumlah tipe Leptospira yang banyak dapat ditentukan dengan cepat. Di dalam microscopic aggutination test (MAT), antibodi monoklonal bereaksi dengan satu antigenik yang khas (epitop).
Beberapa epitop mungkin spesifik untuk serovar tertentu atau dimiliki oleh berbagai serovar. Berdasarkan kombinasi atau keragaman sifat-sifat epitop serovar tertentu, maka panel antibodi monoklonal sudah disusun dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi Leptospira sampai pada tingkat serovar, dan kadang-kadang sampai pada tingkat subserovar. Perbedaan dalam profil aglutinasi yang diperoleh dengan menggunakan antibodi monoklonal sebagai indikator serovar baru. Juga dapat diamati adanya perbedaandiantara galur yang termasuk dalam serovar yang sama Tes untuk menentukan tipe Leptospira menggunakan antibodi monoklonal dapat dilakukan pada laboratorium yang sederhana, hanya dengan memiliki panel antibodi monoklonal terhadap galur yang beredar secara lokal.
Hasil yang diperoleh sangat cepat dan mudah dilakukan. Hampir separuh serovar umum yang sudah dikenal saat ini, tipenya sudah dapat ditentukan menggunakan antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal juga dapat digunakan untuk mengetahui dengan cepat identitas galur Leptospira yang digunakan sebagai antigen tes MAT
untuk mendiagnosis leptospirosis secara serologis. Kesalahan pemberian label pada galur dapat diperiksa dan diidentifikasi dengan tepat dan lebih mudah menggunakan metode ini daripada menggunakan antisera kelinci yang konvensional.
Susunan panel antibodi monoklonal, sebagian merupakan antibodi monoklonal yang dipersiapkan berdasarkan prosedur yang standar, dan hanya sedikit yang terpilih untuk digunakan sehari-hari. Hal ini menyebabkan penggunaannya menjadi terbatas. Spesifisitas antibodi monoklonal adalah terbatas pada struktur antigenik dari galur Leptospira yang dipakai mengimunisasi dan adanya keragaman imunogenik di dalam tubuh mencit.





IV. KESIMPULAN

Bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh, akan terbentuk antibodi yang mengikat antigen. Antigen merupakan bahan kimia tertentu dari sel mikroba. Antibodi ini bersifat sangat spesifik terhadap antigen yang menginduksinya. Oleh karena mikroorganisme memiliki antigen yang berbeda, maka antibodi dapat digunakan untuk mencirikan (rapid indentification) terhadap mikroorganisme. Reaksi ini sangat sepesifik sehingga dapat disebut sebagai lock and key system.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar